Rabu, 09 Juli 2014 1 komentar

Dira

Aku terpikirkan itu lagi, Dira  Apakah saat ini kau sedang jatuh cinta?  Sudah kau tulis nama wanita entah siapa.   Dira, apa kau sedang jatuh cinta?  Cinta yang egois, seegois diriku, Saat sejenak berpaling berpura-pura dirimu tak ada,  Sejenak berfikir tentang yang lain seolah kau 'kan baik-baik saja, seolah wanitanya tak 'kan terluka.   Dira, apa kau sedang jatuh cinta?  Cinta yang egois, seegois diriku,  Diriku yang tak mau kau hiasi hati dengan kenangan wanita lain,  Diriku yang tak rela kau bersama yang lain.   Dira, apa kau sedang jatuh cinta?  Kurasa aku sedang jatuh cinta.  Siapakah yang lebih hebat menahan rasa, kau atau aku?  Bukan, aku tak mau kau jatuh cinta.   Dira, apa kau sedang jatuh cinta?  Beritahu aku bagaimana caranya mengendalikan rasa.   Dira, apa kau sedang jatuh cinta?   Cinta yang egois, seegois diriku,  Aku tak mau kau jatuh cinta.   Ini untukmu, Dira sebab aku menyayangimu.  Kutuliskan untukmu, tiba-tiba aku merasa rindu. Maafkan aku, membuatmu lama menunggu untuk semua keterlambatanku.   Dira, apa kau sedang jatuh cinta?  Cinta yang egois, seegois diriku,  Ingin kucuri semua cintamu.  Kurasa ada benang merah mengikat jariku, dan ujungnya ada di jarimu.  Kau tidak akan percaya, kini aku sedang tersenyum karenanya.   Kusebut kau Dira,  Hei, apa kau bodoh merasa sendiri disana entah dimana!  Aku ada disana, di sampingmu.  Omae no koto ga sukinanda yo, kono jyuuno dare yo rimo.  
Minggu, 06 Juli 2014 0 komentar

Wanita dan Hijabnya

" Kamu cantik,"

Berbilang empat tahun lalu, saat pertama sms dari nomor tak dikenal masuk ke handphone-nya. Lantas disusul oleh sms telepon berikutnya, mulai menyebutkan hal-hal yang tidak pantas. Seorang pria tak dikenal itu, mulai mengirimkan fantasi seksualnya baik dalam bentuk pesan maupun suara. Pelecehan seksual by phone, bolehkah saya sebut demikian?


" Kenal saya darimana?"

 " Saya pernah melihatmu di Masjid."

Hanya melihat, bagaimana bisa? Apa ia terlihat seperti perempuan yang "begitu"? Pikirnya, seraya menatap hijab yang ia kenakan. Apa yang salah darinya? Sikapnya pada lelaki? Ia selalu menjaga jaraknya dari laki-laki. Atau hijabnya? Ia selalu menjaga hijabnya untuk tetap syar'i. Secantik itukah dirinya hingga mampu membuat seorang pria mengaku jatuh hati pada pandangan pertama? Ia bahkan tak pintar berdandan.                             59. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Q. S. Al-Ahzab)

Berhijab berarti menahan keinginan diri untuk terlihat cantik. Berhijab berarti menjadi seseorang yang tidak mau menarik perhatian. Ia mulai memahami, hijab hanyalah sarana. Apakah tujuan berhijab akan tercapai ataukah tidak, berhijab hanyalah ikhtiar. 
 " Ketika kita telah memahami bahwa berhijab adalah sebuah ikhtiar, maka sia-sia saja hijab itu jika hanya dimaknai sebagai kain penutup kepala, kain penutup dada. Maka sia-sia saja hijab itu apabila tidak diikuti dengan menghijab hati, menghijab mata, menghijab telinga, menghijab hawa nafsu, menghijab perilaku, menghijab tutur kata, menghijab diri dari tindakan yang dapat merugikan orang lain. Ada yang harus kita sadari, hijab hanyalah sebuah awal. Sebuah awalan akan selalu menuntut adanya penyelesaian."

Bagaimana bisa seorang pria ( dengan penyakit di hatinya) mengaku jatuh hati pada ia hanya lewat sekilas pandang?  Ia menelisik lagi, jauh ke dalam lubuk hati. Sudah benarkah niatnya berhijab selama ini? Masihkah ada keinginan untuk terlihat cantik di hadapan orang lain? Masihkah ada keinginan untuk diperhatikan oleh orang lain? Jika masih ada, maka ia benar-benar belum mengerti hakikat berhijab yang sesungguhnya. Hijab terlalu sederhana untuk dipandang sebagai penutup kepala.  

Menjadi
 perempuan selalu tidak sesederhana yang saya bayangkan. Sejak akil baligh sudah menerima titah dari Raja Maha Tinggi, berhijab. Sering hati ini bertanya, bisakah terus menjaganya? Sebagai seorang wanita yang selalu punya keinginan untuk terlihat cantik, sebagai seorang wanita yang selalu punya rasa iri memandang kecantikan wanita lain. Sejauh mana diri ini bisa meredam keinginan untuk menjadi pusat perhatian? Di tengah rekan-rekan yang saling berlomba tampil mempesona. 

Menyadari bahwa berhijab adalah upaya terus menerus untuk memperbaiki diri. Apa bisa saya menjalankan misi ini sampai akhir? Sedang di kiri kanan, satu dua teman, memilih untuk menyederhanakan pemahaman, bahkan memutuskan untuk berhenti melangkah. Di tengah stigma yang terlanjur terbangun, bahwa seorang wanita berhijab tak boleh bercela. Di antara satu dua celaan yang saya yakin akan selalu ada mengiringi setiap langkah dalam ketaatan pada-Nya.

Kutulis
 catatan ini, dengan keresahan di setiap hurufnya. Tak henti hati ini berbisik mengiring setiap kata, " Apakah besok aku masih bisa menjaganya?"  
Kamis, 03 Juli 2014 0 komentar

Catatan Subjektif

Catatan Subjektif  

Ntah saya yg baru nyadar atau emang baru-baru ini aja.. Satu dua dan seterusnya postingan di beranda bikin sedih saat dibaca. #kok jadi gini tulisannya -_- 







*Saya tipe orang yg "memihak" juga, nggak netral. Termasuk soal politik, keyakinan. Saya ga bilang kampanye negatif itu tidak boleh. Hanya saja, belum menemukan alasan untuk membenarkannya. Setidaknya ada dua point yang membuat saya tidak menyukai negatif campaign. Pertama, negatif campaign berarti menyebarluaskan aib seseorang. Saya tidak punya kepahaman, pada konteks apa hal ini diperbolehkan. Kedua, negatif campaign, berefek negatif juga bagi pendukung yang fanatik buta.  

 uudahh saya bilang, saya memang "memihak". Termasuk soal "keyakinan", saya termasuk yang fanatik malah! Tapi, saya nggak suka kalau fanatisme keyakinan ini mulai dilempar ke ranah publik. Intern Islam, ada beda dari segi fiqh. Terus terang, saya juga memihak ke salah satu fiqh, tapi saya nggak suka saat ada yg melempar isu yg mengetengahkan suatu fiqh paling benar diantara yang lain. Meski itu fiqh yang saya yakini. Fanatik dalam "berkeyakinan" khususnya, bukanlah perkara menunjukkan mana fiqh yg benar dan mana fiqh yg salah. Cukuplah berfanatik dalam melaksanakan ibadah dengan fiqh yg diyakini, itu sudah super sekali. Kalau pun gatal rasanya ingin berbagi, silakan bikin grup diskusi

   *** Sudah saya bilang, saya ini fanatik jika sudah menyangkut keyakinan. Jadi thread2 berbau begini kalo dilempar ke ranah publik, jujur saja bikin serba salah. Mau comment kog itu ruang publik, bukan tempat yg layak buat diskusi. Kalo nggak comment, tapi kog punya kewajiban untuk klarifikasi 
  **** Saya sering senyum2 sendiri kalo baca komentar2 di suatu thread negatif yang dilempar ke forum publik, ke forum pribadi apalagi! Buat saya pribadi, cara terbaik untuk menyatakan ketidaksetujuan atau ketidaksukaan terhadap suatu thread adl dengan "mengabaikannya". Jika itu di ruang publik, maka hanya akan berujung pada debat kusir. Jika itu di ruang pribadi, page misalnya, ya terserah yang punya page kan mau nulis apa. Kalo nggak suka tinggal unfollow aja, selesai perkara 
  ***** Saya juga sering ngepost yang nyleneh2.. Tapi nggak ada salahnya kan, milih tempat yg paling keren dan pantas buat postingan kita :) Apalagi kalau itu perkara sensitif yg bisa memicu perdebatan.  

Forbes Entrepreneurs

 
;